AMBON--MICOM: Abrasi yang menghancurkan tanggul pantai di Desa Kailolo, Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, mengancam kelangsungan ekosistem burung Maleo (Macrocephalon Maleo) yang setiap hari bertelur di sekitar tanjung dekat pantai itu.
Kepala Desa (atau dalam bahasa setempat di sebut Raja) Kailolo, Azhar Ohorella di Ambon, Senin (7/3) mengatakan, abrasi mengakibatkan sejumlah pohon di hutan Tanjung Maleo tumbang sehingga areal bertelur burung menjadi terbuka.
"Selain itu, abrasi juga menyebabkan masyarakat membangun rumah agak jauh dari pantai yang artinya semakin dekat ke hutan Maleo. Hal itu dapat mengganggu konsentrasi burung untuk bertelur karena cahaya lampu yang terlihat dari rumah-rumah warga," katanya.
Dia berharap, pengikisan pantai akibat ombak dapat diperhatikan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah serta Balai Konservasi Hutan sehingga tidak berdampak terhadap kelangsungan ekosistem Burung Maleo di Desa Kalilolo sebagai satu-satunya habitat burung itu di Pulau Haruku.
"Kalau hal ini tidak diperhatikan oleh pemerintah lama-kelamaan hutan Tanjung itu bisa punah yang mengakibatkan burung-burung itu kehilangan ekosistemnya," katanya.
Menurut Azhar, habitat Burung Maleo di Desa Kailolo telah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Burung-burung itu tinggal dan bertelur seiring pergantian musim barat dan timur.
Bila musim Barat, burung-burung itu banyak memproduksi telur karena kawanan dari komunitas di Pulau Seram atau lainnya ikut bergabung. Sedangkan saat musim timur, mereka mencari habitat lain yang sesuai untuk tempat bertelur.
"Kalau musim timur mereka bertelur sedikit sekali. Paling banyak 50 butir. Bahkan bisa juga lapangan ini saat digali tidak ada telurnya sama sekali. Sedangkan saat musim barat telur-telur yang digali bisa mencapai 120 butir," kata seorang penggali telur Burung Maleo, Moch Ohorella.
Telur-telur tersebut sebagian dimanfaatkan oleh desa untuk pembangunan dan perawatan mesjid. Sebagian lagi dibudidaya. Pemanfaatan dan pemeliharaan tersebut ditangani oleh pihak ketiga yakni pengusaha yang menjadi pemenang tender pelelangan telur Maleo yang dilelang setiap tahun oleh Pemerintah Desa. Tarif lelang berkisar Rp8 juta - Rp15 juta per tahun.
Hasil pelelangan diserahkan langsung kepada pengurus Mesjid Nandatu Desa Kailolo sebagai sumber utama dana pembangunan mesjid. (Ant/OL-2)
Kepala Desa (atau dalam bahasa setempat di sebut Raja) Kailolo, Azhar Ohorella di Ambon, Senin (7/3) mengatakan, abrasi mengakibatkan sejumlah pohon di hutan Tanjung Maleo tumbang sehingga areal bertelur burung menjadi terbuka.
"Selain itu, abrasi juga menyebabkan masyarakat membangun rumah agak jauh dari pantai yang artinya semakin dekat ke hutan Maleo. Hal itu dapat mengganggu konsentrasi burung untuk bertelur karena cahaya lampu yang terlihat dari rumah-rumah warga," katanya.
Dia berharap, pengikisan pantai akibat ombak dapat diperhatikan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah serta Balai Konservasi Hutan sehingga tidak berdampak terhadap kelangsungan ekosistem Burung Maleo di Desa Kalilolo sebagai satu-satunya habitat burung itu di Pulau Haruku.
"Kalau hal ini tidak diperhatikan oleh pemerintah lama-kelamaan hutan Tanjung itu bisa punah yang mengakibatkan burung-burung itu kehilangan ekosistemnya," katanya.
Menurut Azhar, habitat Burung Maleo di Desa Kailolo telah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Burung-burung itu tinggal dan bertelur seiring pergantian musim barat dan timur.
Bila musim Barat, burung-burung itu banyak memproduksi telur karena kawanan dari komunitas di Pulau Seram atau lainnya ikut bergabung. Sedangkan saat musim timur, mereka mencari habitat lain yang sesuai untuk tempat bertelur.
"Kalau musim timur mereka bertelur sedikit sekali. Paling banyak 50 butir. Bahkan bisa juga lapangan ini saat digali tidak ada telurnya sama sekali. Sedangkan saat musim barat telur-telur yang digali bisa mencapai 120 butir," kata seorang penggali telur Burung Maleo, Moch Ohorella.
Telur-telur tersebut sebagian dimanfaatkan oleh desa untuk pembangunan dan perawatan mesjid. Sebagian lagi dibudidaya. Pemanfaatan dan pemeliharaan tersebut ditangani oleh pihak ketiga yakni pengusaha yang menjadi pemenang tender pelelangan telur Maleo yang dilelang setiap tahun oleh Pemerintah Desa. Tarif lelang berkisar Rp8 juta - Rp15 juta per tahun.
Hasil pelelangan diserahkan langsung kepada pengurus Mesjid Nandatu Desa Kailolo sebagai sumber utama dana pembangunan mesjid. (Ant/OL-2)
Sumber : www.mediaindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar anda